Kota sebagai pusat kegiatan mempunyai bagian yang disebut inti kota (core of city), yaitu sebagai pusat kegiatan ekonomi, politik, pendidikan, pemerintahan, dan kebudayaan. Daerah seperti ini dinamakan Central Business District (CBD) yang berkembang dari waktu ke waktu sehingga meluas hingga keluar daerahnya. Daerah pengembangan kota seperti ini disebut Daerah Selaput Kota (SIK). Penggunaan lahan kota umumnya didominasi untuk pemukiman, sektor jasa (jalan, rel kereta api, stasiun, terminal), perdagangan (toko, pasar, gudang), pendidikan, kesehatan. Pemerintahan, dan lain sebagainya. Adanya berbagai fasilitas dan bermacam-macam aktivitas masyarakat kota akan membentuk struktur kota yang berbeda dengan struktur di desa.
Ada beberapa teori yang melandasi struktur ruang kota, namun yang terkenal ada tiga teori. Ketiga teori tersebut adalah teori Konsentris, teori Sektoral, dan teori Inti Berganda. Menurut teori Konsentris (Burgess, 1925) CBD terdiri atas dua bagian, yang pertama adalah Retail Business Distric (RBD) yang merupakan bagian paling inti. Daerah ini lebih dominan digunakan sebagai kawasan pertokoan, perkantoran dan jasa. Yang kedua adalah Wholesale Business District (WBD) yang merupakan bagian paling luar. Daerah ini ditempati oleh bangunan dengan peruntukan kegiatan ekonomi dengan skala besar, seperti pasar, gudang, dan gedung penyimpanan barang.
Teori Konsentris membagi kota dalam 6 zona. Keenam zona tersebut adalah:
1. Zona pusat daerah kegiatan yang biasa disebut Central Business District (CBD). Daerah ini biasanya terdapat pusat pertokoan besar, gedung perkantoran bertingkat, bank, museum, hotel, dan lain sebagainya.
2. Zona peralihan atau zona transisi. Penduduk pada zona ini bisa dikatakan tidak stabil, baik dari tempat tinggal maupun sosial ekonomi. Walaupun pada daerah ini sering dijumpai kawasan kumuh, sebenarnya zona ini merupakan zona pengembangan industri sekaligus menghubungkan antara pusat kota dengan daerah lain disekitarnya.
3. Zona pemukiman klas proletar. Pada zona ini banyak ditemui rumah-rumah kecil yang kurang menarik serta rumah-rumah sederhana yang dihuni oleh keluarga yang mempunyai banyak anggota. Biasanya rumah seperti ini didiami oleh para pekerja yang mempunyai penghasilan kecil atau buruh, serta karyawan kelas bawah.
4. Zona pemukiman kelas menengah (residental zone). Pada zona ini merupakan kompleks perumahan para karyawan kelas menegah yang memiliki keahlian tertentu.
5. Wilayah tempat tinggal masyarakat berpenghasilan tinggi. Zona ini ditandai dengan adanya kawasan elit, perumahan, dan halaman yang luas. Sebagian besar penduduk yang tinggal di zona ini bekerja sebagai pengusaha besar, kaum ekskutif, dan pejabat tinggi.
6. Zona penglaju (commuter). Zona ini merupakan zona perbatasan desa-kota dan daerah yang memasuki daerah pedalaman (hinterland). Biasanya penduduk pada zona ono bekerja di kota tetapi merek tinggal di daerah pinggiran.
Menurut Homer Hoyt yang mengemukakan tentang teori sektoral, struktur ruang kota cenderung berkembang berdasarkan sektor-sektor daripada berdasarkan lingkaran-lingkaran konsentrik. CBD tetap terletak di pusat kota, namun bagian yang lainnya berkembang menurut sektornya masing-masing. Hal ini dipengaruhi oleh faktor geografis, misalnya bentuk lahan dan pengembangan jalan sebagai sarana komunikasi dan transportasi.
Menurut teori Inti Berganda, CBD adalah pusat kota yang memiliki fungsi sebagai “growing points” dan letaknya relatif di tengah sel lainnya. Zona ini merupakan pusat kota yang menampung semua kegiatan kota, berupa fasilitas transportasi dan didalamnnya terdapat distrik yang mempunyai spesialisasi pelayanan. Contohnya distrik khusus perbankan. Perbedaan teori ini dengan dua teori sebelumnya adalah teori Inti Berganda terdapat banyak CBD yang letaknya tidak persis ditengah kota dan tidak selalu berbentuk bundar.
Dalam teori Von Thunen perbedaan dalam zona lahan dan struktur ruang kota mengindikasikan bahwa harga sewa lahan dipengaruhi lokasi dari titik referensi, biasanya adalah pusat kota (downtown, CBD). Selain itu harga juga dipengaruhi oleh jaringan transportasi. Apabila jaringan transportasi di suatu kawasan cukup memadai maka harga sewa lahannya akan semakin mahal. Selain itu gaya hidup dan perilaku masyarakat juga mempengaruhi harga sewa lahan. Contohnya suatu kawasan dianggap dianggap sebagai kawasan elite karena kawasan tersebut merupakan kawasan strategis yang dekat dengan pusat perdagangan atau mempunyai pemandangan yang indah, sehingga masyarakat merasa nyaman untuk tinggal di kawasan tersebut. Dengan adanya anggapan demikian kawasan tersebut akan mempunyai harga sewa yang mahal.
Kamis, 28 Oktober 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar