Secara astronomis Kota Padang berada antara 0°44'00"- 1°08'35" LS serta antara 100°05'05"-100°34'09" BT. Secara geografis Kota Padang terletang dipantai barat pulau Sumatra. Kota Padang memiliki luas keseluruhan 694,96 km², sekitar lebih dari 60% dari luas keseluruhan yaitu ± 434,63 km² merupakan daerah perbukitan yang ditutupi hutan lindung, sedangkan selebihnya merupakan daerah efektif perkotaan. Kota Padang memiliki garis pantai sepanjang 84 km dan memiliki pulau kecil sebanyak 19 buah. Kota Padang dialiri oleh 5 sungai besar dan 16 sungai kecil, dengan sungai terpanjang yaitu Sungai Batang Kandis sepanjang 20 km.
Pada awalnya Kota Padang hanya berupa sebuah perkampungan kecil yang terletak di muara Sungai Batang Arau. Pada abad ke 17 VOC (Vereenigde Oost IndischeCompagnie) berhasil menemukan Kota Padang. Karena memiliki muara yang bagus dan besar maka kemudian VOC tertatik untuk menjadikan Kota Padang menjadi kota pelabuhan dan pemukiman baru. Kota Padang kemudian tumbuh menjadi kota bandar pelabuhan dan pemukiman yang cukup ramai di pantai barat Sumatera. Karena terjadi pemberontakan dari masyarakat atas kekuasaan VOC maka pada tanggal 9 Maret 1950, Padang dikembalikan ke tangan Indonesia yang merupakan negara bagian melalui Surat Keputusan Presiden Serikat (RIS), No.111 tanggal 9 Maret 1950. Kemudian melalui Surat Keputusan Gubernur Sumatera Tengah No. 65/GP-50, tanggal 15 Agustus 1950 menetapkan Pemerintahan Kota Padang sebagai suatu daerah otonom sementara menunggu penetapannya sesuai UU No. 225 tahun 1948. Pada akhirnya tanggal 29 Mei 1958, Gubernur Sumatera Barat melalui Surat Keputusan No. 1/g/PD/1958 secara de facto menetapkan Kota Padang menjadi ibukota propinsi Sumatera Barat.
Kota yang mengalami perkembangan dari waktu ke waktu menyangkut aspek-aspek seperti politik, sosial budaya, teknologi, ekonomi, dan fisik ruang kota itu sendiri. Secara kasat mata perkembangan fisik kota dapat diindikasikan dengan penggunaan lahannya. Oleh karena itu eksistensi kota dapat ditinjau paling sedikitnya dari dua matra yaitu: matra “settlement morphology” dan matra “legal articulation”. Kedua matra ini saling berkaitan langsung dan berimplikasi pada bentuk wujud dan karakteristik kota. Mengamati bagaimana percepatan perembetan kota ke arah luar dapat dilihat dari daerah terbangun kotanya (urban built up areas). Sedangkan daerah diluar built up areas yang berupa zona-zona pinggiran (fringe zone) merupakan lokasi baru bagi pengembangan fungsi-fungsi perkotaan terutama fungsi pemukiman. Kondisi seperti ini dapat dilihat di Kota Padang.
Kota Padang memiliki luas daerah keseluruhan 69.496 Ha dengan jumlah penduduk sekitar 765.540 jiwa. Ruang aktivitas penduduk masih terpusat ke pusat kota yang fungsinya lebih dominan berupa kawasan perdagangan dan perkantoran (pemerintah dan swasta). Selain itu 60% pemukimannya tersebar di kawasan pusat kota dibanding kawasan pinggirannya. Hal ini berpengaruh dengan keadaan lalu lintasnya yang menuju pusat kota pada pagi dan sore hari.
Kota Padang tergolong “Over Bounded City”, maksudnya batas fisik daerah terbangun berada di dalam batas administrasi kota. Wilayah administrasi kota meliputi wilayah yang luas dan meliputi daerah-daerah yang masih menunjukkan ciri pedesaan walaupun masih di dalam wilayah administrasi suatu kota. Kondisi seperti ini juga masih dalam perencanaan tata ruang dan kemungkinan perluasan masih dalam wewenang dan kontrol pemerintah kota itu sendiri. Seperti Kota Padang yang masig sangat memungkinkan untuk melakukan pengembangan dan perluasan kotanya ke utara maupun ke timur kota.
0 komentar:
Posting Komentar